Pemenang Proyek e-KTP Pakai Dokumen Palsu?

JAKARTA, (TRIBUNEKOMPAS)  
By: Anto.  

-  Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali menggelar sidang pemeriksaan proyek KTP elektronik atau e-KTP. Dituduhkan, ada persekongkolan antara panitia dengan perusahaan pemenang tender, yakni Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI).

Dalam sidang lanjutan ini, majelis hakim yang dipimpin Sukarmi memeriksa tiga direktur PT Jakarta Smart Net sebagai saksi. Ketiganya adalah Bagus Trisakti, Muhammad Abdurrahman, dan Wasith Zaki. Mereka diajukan oleh investigator KPPU.

PT Jakarta Smart Net adalah perusahaan ahli Automatic Finger Identifikation Sistem (AFIS) senior. Dipersyaratkan dalam tender ini, perusahaan pemenang harus memiliki sertifikat dari perusahaan ahli AFIS senior.

"AFIS adalah salah satu persyaratan yang penting, kami melihat ada dokumen ini, dan mereka (direktur PT. Jakarta Smart Net) ikut dalam pengelolaan dokumen ini," kata Investigator KPPU, Lukman Sungkar, dalam persidangan di KPPU, Jakarta, Rabu 1 Agustus 2012.

Dalam persidangan, ketiga saksi mengaku tidak pernah menandatangani dokumen penawaran dari perusahaan pemenang tender. "Tidak sama sekali (menandatangani kontrak)," kata Bagus menjawab pertanyaan investigator.

Bahkan, Bagus juga mengaku tidak pernah bekerja sama dengan perusahaan manapun untuk mengerjakan proyek e-KTP ini. Padahal, dalam dokumen penawaran e-KTP yang diperlihatkan oleh investigator kepada majelis hakim dan ketiga saksi itu, terdapat tiga nama direktur PT Jakarta Smart Net itu. Dokumen penawaran itu digunakan oleh PNRI untuk melengkapi persyaratan pemenangan proyek eKTP.

"Saya tidak tahu kalau nama saya ada di situ. Kami saja tidak tahu kenapa tiba-tiba dipanggil (dalam persidangan)," ujar Bagus.

Bahkan, dalam persidangan ini. Ketiga direktur PT Jakarta Smart Net juga mengaku tak mengenal Ketua Konsorsium PNRI, Wisnu Edi Wijaya.

Dalam dokumen itu, investigator KPPU, Lukman Sungkar, mengatakan ada dua tandatangan yang berbeda dengan nama yang sama. Dia mengancam jika terbukti menggunakan dokumen palsu, maka pemenang e-KTP akan dijerat dengan Pasal 118 poin 6 Perpres Nomor 54.

"Apabila ditemukan ada penipuan, akan dibatalkan pemenang tender dan akan dimasukkan dalam daftar hitam," kata Lukman.

Atas tudingan ini, pengacara PT Astra Graphia yang merupakan terlapor III langsung mengajukan keberatan kepada majelis hakim. "Ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan persekongkolan," kata Ignatius Andy.

Hal senada juga disampaikan oleh pengacara konsorsium PNRI, yang merupakan terlapor II, Jimmy Simanjuntak. Dia menganggap saksi yang dihadirkan oleh investigator tidak jelas dan tidak fokus pada dugaan persengkongkolan.

"Daftar saksi saja masih banyak yang belum dihadirkan, tapi investigator sudah menghadirkan saksi yang tidak jelas," kata Jimmy.

Jimmy mengatakan, dalam persidangan yang sudah berlangsung lama ini, investigator belum dapat menunjukkan saksi dan bukti yang mengarah pada tuduhan persekongkolan.

"Malah (saksi yang dihadirkan) tidak ada relevansinya. Menurut kami, perkara ini disusun oleh investigator dengan tidak cermat dan dipaksakan," kata dia.

Kasus ini berawal dari laporan PT Bumi Lestari, salah satu anggota konsorsium Lintas Peruri yang kalah dalam tender proyek e-KTP. PT Bumi Lestari melaporkan panitia tender sebagai terlapor I dan konsorsium PNRI bersama dengan PT Astra Graphia, PT Trisakti Mustika Graphia, PT Sumber Cakung, dan PT Kwarsa Hexagon, ke KPPU sebagai terlapor II.

Para terlapor dituding melanggar Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dugaan persekongkolan yang disusun investigator KPPU menyangkut persekongkolan vertikal dan horizontal.

Persekongkolan horizontal adalah adanya dugaan berdasarkan adanya kesalahan penulisan yang sama dalam dokumen tender konsorsium PNRI dan Astra Graphia, penggunaan alat yang sama untuk iris dan fingerprint, yaitu L-1 Identity oleh PNRI dan Astra Graphia. Selain itu, adanya harga penawaran yang sama antara PNRI dan Astra Graphia.

Sementara itu, tuduhan persengkongkolan vertikal adalah persengkongkolan PNRI dan panitia tender. Dasar-dasar dugaannya, antara lain spesifikasi dalam rencana kerja dan syarat tender yang mengarah pada penawaran atau pengajuan konsorsium PNRI, konsorsium PNRI tidak memiliki ISO, dan penandatanganan kontrak antara PNRI dan panitia tender dilakukan ketika ada sanggah banding dari peserta yang kalah.

Atas semua tuduhan ini, Jimmy mengatakan keberatannya. "Kami menggunakan vendor yang sama, L-1. L-1 belum pernah dihadirkan, kami minta dihadirkan jika mau fokus ke dugaan persengkongkolan," kata dia.

Jimmy juga mengatakan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) ada beberapa peserta tender yang kalah dan sudah dihadirkan. "Dan mereka sudah merevisi kesaksiannya, bahwa mereka hanya menduga PNRI tidak memiliki ISO," kata dia.